Pada 2005, pakar kepemimpinan John Maxwell mengidentifikasi pengaruh sebagai ukuran sejati kepemimpinan. Peran seorang pemimpin, pada akhirnya, untuk mempengaruhi anggota tim untuk menyelesaikan tugas yang diberikan sambil memupuk kohesi dan motivasi tim. Pada tahun 1939, ilmuwan sosial Kurt Lewin menerapkan teori-teorinya untuk pengembangan organisasi dan mengidentifikasi tiga gaya kepemimpinan: otoriter, partisipatif / demokratis dan laissez-faire. Setiap gaya memiliki pro dan kontra sendiri. Karenanya, kesadaran akan setiap gaya kepemimpinan membantu manajer dalam mengadopsi pendekatan yang tepat sesuai dengan konteks situasi tertentu.
Otoriter
Seorang pemimpin otoriter mengadopsi pendekatan yang dominan dan diktator ketika memimpin anggota timnya. Kepemimpinan otoriter menegakkan otoritas dengan aturan dan prosedur yang ketat alih-alih mendorong kerja tim. Gaya kepemimpinan otoriter paling cocok dalam situasi yang mendesak dan penuh tekanan. Situasi seperti itu membutuhkan pemimpin yang tegas dan tegas yang mampu membuat keputusan tanpa berkonsultasi dengan anggota tim. Namun, seorang pemimpin otokratis dapat dengan mudah menumbuhkan perlawanan pasif pada para pengikutnya, menghasilkan kinerja yang lebih rendah dari anggota tim.
Partisipatif / Demokratis
Pemimpin yang demokratis atau partisipatif melibatkan anggota tim dalam proses pengambilan keputusan. Dia mendorong partisipasi di antara para pengikutnya dan bertujuan untuk memberikan bimbingan daripada otoritas. Jenis kepemimpinan ini bertujuan untuk memotivasi dan memberdayakan anggota tim. Fokus pada partisipasi dan pengambilan keputusan kelompok menciptakan rasa memiliki dalam tim. Namun, kadang-kadang, pemimpin yang demokratis dapat dianggap tidak aman dan tidak dapat mengambil keputusan akhir tanpa terlebih dahulu berkonsultasi dengan para pengikutnya.
Laissez-Faire
Laissez-faire atau pemimpin pemerintahan bebas hampir tidak memberikan arahan kepada anggota timnya. Kontrol dalam grup minimal; wewenang dibagi di antara anggota. Pendekatan pemerintahan bebas dapat membuktikan tipe kepemimpinan yang efektif ketika tim telah mencapai identitas dan kohesi, menghasilkan anggota tim yang termotivasi dan banyak akal. Dalam situasi seperti itu, pembagian wewenang dan arahan minimal memberdayakan anggota tim. Namun, kurangnya arahan dalam kepemimpinan laissez-faire dapat menyebabkan anggota tim yang kehilangan motivasi. Anggota tim dapat merasa tersesat dan tidak didukung oleh pemimpin mereka.
Pemimpin yang efektif
Dalam studinya, Lewin menyimpulkan bahwa kepemimpinan partisipatif atau demokratis memberikan hasil terbaik, karena memberikan median antara otoritas ekstrim pemimpin otoriter dan kurangnya arah dalam kepemimpinan laissez-faire. Meskipun demikian, setiap gaya kepemimpinan dapat terbukti efektif bila diterapkan dalam konteks yang sesuai. Peran seorang pemimpin yang efektif adalah untuk mengadopsi gaya yang paling cocok dengan dinamika timnya.